JAKARTA – Pemerintah Indonesia dan Thailand bakal menandatangani nota kesepahaman atau memorandum of understanding pada penghujung Maret ini, guna mengakomodasi kemudahan impor beras medium yang dimandatkan kepada Perum Bulog (Persero).
Meski demikian, kehadiran kesepakatan ini dipandang bukan jaminan realisasi impor akan dilakukan dalam waktu dekat.
Wakil Menteri Perdagangan periode 2011–2014 Bayu Krisnamurthi menjelaskan kehadiran kesepakatan dalam perdagangan beras yang dilakukan Indonesia merupakan hal yang lumrah dan bukan kali pertama terjadi. Dia mencatat Indonesia pernah menyepakati hal serupa dengan sejumlah negara eksportir beras seperti Vietnam dan Thailand.
“Ini bukan kali pertama dan sebelumnya juga ada MoU dengan Vietnam dan Thailand. Usianya lebih dari 10 tahun. Perpanjangan pun bersifat lumrah,” kata Bayu dalam situs ekonomi.bisnis.com, Kamis (11/3/2021).
Bayu mengatakan kehadiran MoU dalam perdagangan beras menjadi penting sebagai jaminan pasokan jika Indonesia memerlukan tambahan stok lewat pengadaan luar negeri. Nota kesepahaman pun memungkinkan perdagangan terjadi lewat skema government to government (G-to-G).
“Selain itu dengan kehadiran MoU kita menjadi negara yang mendapat perhatian dan kemudahan. Dalam kata lain Indonesia menjadi prioritas karena selama ini impor pemerintah untuk beras dilakukan dalam jumlah besar,” paparnya.
Importasi beras yang dilakukan lewat pemerintah pun pada umumnya harus memenuhi kriteria tertentu, seperti tingkat kepecahan beras yang harus berada di kisaran 5–25 persen atau setara kualitas medium. Bayu mengatakan tidak semua pemasok bisa memenuhi kebutuhan tersebut sehingga kehadiran MoU bisa memberi jaminan.
Selain itu, pengapalan untuk beras pemerintah pun umumnya dilakukan dengan pengaturan khusus. Misalnya dikirim ke pelabuhan di luar Pulau Jawa untuk langsung memenuhi kebutuhan masyarakat di daerah destinasi.
“Misal pada kasus impor untuk Raskin, terkadang dari eksportir di Vietnam dan Thailand harus menurunkan mutu agar bisa memenuhi kriteria,” lanjutnya.
Kehadiran MoU pun dia nilai bukan jaminan realisasi impor dapat terjadi dalam waktu dekat. Proses penugasan resmi sampai pengapalan dia perkirakan membutuhkan waktu setidaknya dua bulan.
Sejauh ini, pemerintah pun belum secara tertulis memberi tugas impor kepada Bulog dan Pemerintah Thailand menyebutkan penandatanganan MoU rencananya digelar pada pekan terakhir Maret menurut pemberitaan Bangkok Post.
“Jadi MoU ini tetap ada terlepas dari ada tidaknya realisasi impor,” kata Bayu.
Bayu berpendapat alokasi impor 1 juta ton yang disiapkan pemerintah untuk 2021 tidak berlebihan selama dilakukan sebagai langkah antisipasi pasokan yang aman dan harga yang stabil.
Sebagaimana diketahui, beras menjadi salah satu komoditas dengan pasar yang ketat di level global. Data Departemen Pertanian Amerika Serikat (USDA) memperkirakan total produksi beras global mencapai 503,16 juta ton untuk periode 2020/2021, tetapi volume yang diperdagangkan hanya 45,61 juta ton atau kurang dari 10 persen. (RED/EBC)